Kamis, 18 Agustus 2011

Nuzulul Qur'an (Turunnya Al-Qur'an)

Nuzulul Qur'an yang secara harfiah berarti turunnya Al Qur'an (kitab suci agama Islam) adalah istilah yang merujuk kepada peristiwa penting penurunan wahyu Allah pertama kepada nabi dan rasul terakhir agama Islam yakni Nabi Muhammad SAW.


Wahyu, Waktu dan Tempat Kejadian
Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surat Al Alaq ayat 1-5 yang bila diterjemahkan menjadi :

  • Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
  • Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
  • Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
  • Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
  • Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya

    Saat wahyu ini diturunkan Nabi Muhammad SAW sedang berada di Gua Hira, ketika tiba-tiba Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu tersebut. Adapun mengenai waktu atau tanggal tepatnya kejadian tersebut, terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama, sebagian menyakini peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rabiul Awal pada tanggal 8 atau 18 (tanggal 18 berdasarkan riwayat Ibnu Umar), sebagian lainnya pada bulan Rajab pada tanggal 17 atau 27 menurut riwayat Abu Hurairah, dan lainnya adalah pada bulan Ramadhan pada tanggal 17 (Al-Bara' bin Azib) ,21 (Syekh Al-Mubarakfuriy) dan 24 (Aisyah, Jabir dan Watsilah bin Asqo' ).


    Peringatan Nuzulul Qur'an
    Sebagian muslim, memperingati waktu terjadinya peristiwa tersebut secara khusus. Di Indonesia setiap tanggal 17 Ramadhan, biasanya dilakukan ceramah atau pengajian khusus bertemakan Nuzulul Qur'an. 


    Al-Qur'an
    Al-Qur’ān (Alquran, Arab : القرآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.


    Etimologi
    Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
    “Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)


    Terminologi
    Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut :
    “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.
    Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut :
    "Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
    Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.

    Nama-nama Lain Al-Qur'an
    Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya :
    • Al-Kitab : QS (2:2), QS (44:2)
    • Al-Furqan (pembeda benar salah) : QS (25:1)
    • Adz-Dzikr (pemberi peringatan) : QS (15:9)
    • Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat) : QS (10:57)
    • Al-Hukm (peraturan/hukum) : QS (13:37)
    • Al-Hikmah (kebijaksanaan) : QS (17:39)
    • Asy-Syifa' (obat/penyembuh) : QS (10:57), QS (17:82)
    • Al-Huda (petunjuk) : QS (72:13), QS (9:33)
    • At-Tanzil (yang diturunkan) : QS (26:192)
    • Ar-Rahmat (karunia) : QS (27:77)
    • Ar-Ruh (ruh) : QS (42:52)
    • Al-Bayan (penerang) : QS (3:138)
    • Al-Kalam (ucapan/firman) : QS (9:6)
    • Al-Busyra (kabar gembira) : QS (16:102)
    • An-Nur (cahaya) : QS (4:174)
    • Al-Basha'ir (pedoman) : QS (45:20)
    • Al-Balagh (penyampaian/kabar) : QS (14:52)
    • Al-Qaul (perkataan/ucapan) : QS (28:51)

    Sejarah Al-Qur'an Hingga Berbentuk Mushaf.

    Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.
     

    Penurunan Al-Qur'an

    Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah. SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat. 

     

    Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya

    Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

     

    Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW

    Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

     

    Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin

    Pada masa pemerintahan Abu Bakar

    Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

     

    Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
    Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
    Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
    Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
    Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).

    0 komentar:

    :10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
    :18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
    :26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
    :34 :35 :36 :37 :38 :39
    Posting Komentar